Latest News
Sunday, November 23, 2014

Butiran Mutiara Sunan Kalijaga

Sunan Kalijogo

Sunan Kalijogo adalah salah satu dari sembilan Wali yang sangat besar jasanya dalam mengembangkan agama Islam di bumi nusantara, khususnya tanah jawa dengan metoda dahwahnya yang brilian, unsur budaya atau kearifan lokal yang sudah mengakar di masyarakat khususnya masyarakat jawa, dapat disandingkan secara sinergi dengan aqidah agama Islam yang datang dari Timur Tengah. Pengaruh dari Sinkretisme ini membentuk pola beragama yang moderat dan sejuk serta inklusif. Metoda seperti itu ternyata sangat tepat, sehingga dengan mulus pengembangan agama Islam tidak banyak menimbulkan konflik dan anarkisme di masyarakat.

Nama besar sunan Kalijaga, kayaknya tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Namun tidak ada salahnya penulis akan memberikan sedikit uraian riwayat, dan asal usul beliau berdasarkan literature-literature yang menulis baca.

Kata sunan adalah asal kata dari kependekannya susuhunan atau orang yang sangat dihormati, atau bisa juga sebutan seorang Raja. karena lidah orang jawa sulit untuk mengucapkan kata yang terlalu panjang, maka diambil gampangnya di sebut Sunan. 

Konon nama asli dari sunan Kalijaga adalah Raden Syahid, putra seorang Tumenggung atau Adipati (kalau sekarang disebut Bupati) dari Tuban. Tuban saat itu adalah bagian dari kerajaan Wilwatikta atau juga disebut dengan Mojopahit. Beliau diperkirakan lahir pada tahun 1430 M. Menurut babat tanah jawi yang mengisahkan kehidupan sunan Kalijaga, beliau hidup pada akhir masa kerajaan Mojopahit sampai berdirinya kerajaan Bintoro Demak dan sampai berdirinya kerajaan Pajang oleh Sultan Hadiwijaya atau sering disebut Joko Tingkir atau dipanggil Mas Karebet. 

Gelar atau sebutan ”Kalijaga” mempunyai banyak tafsir. Ada yang menyatakan dari kata Kali ( sungai ), dan jaga( menjaga ). Versi ini adalah lanjutan dari cerita pada saat brandalannya Lokajaya, yaitu tak lain adalah, Raden Syahid kala masih mudanya. Dan masih menjadi perampok yang sakti, malang melintang di daerah sekitar Tuban dan Lasem. Konon, pada saat mau merampok seseorang tua yang sedang berjalan dengan membawa sebuah tongkat yang terlihat seperti emas. Si orang tua tersebut tak lain adalah Sunan Bonang.
Dalam suasana perampokan tersebut, Brandal Lokajaya merasa kalah ilmu kedikdayaannya, maka dia memohon kepada Sunan Bonang agar ia diijinkan menjadi murid sang Sunan. Sunan Bonang bersedia mengangkat Lokajaya menjadi muridnya asalkan dia sanggup bertapa di tepi sangai, sampai menunggu Sunan Bonang kembali ke tempat itu. Dan Lokajaya menyanggupi, sehingga menurut konon cerita sampai 3 tahun brandal Lokajaya bertapa (belajar dengan sungguh-sungguh), sambil menunggu datangnya Sunan Bonang. Dari cerita itulah gelar Sunan Kalijaga dikenal. Memang ada versi cerita lainnya, namun kayaknya kurang begitu populer dituturkan maupun tertulis pada naskah kuno.

Sunan Kalijaga adalah salah satu wali yang paling brilian, terutama cara berdakwah yang sangat berbeda dari wali-wali yang lainnya, ia berdakwah dengan mensinergikan seni budaya masyarakat jawa pada saat itu. Misalnya lewat pertunjukan wayang kulit, tembang atau suluk, gamelan, ukir, batik dan bahkan merubah secara halus kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat masyarakat jawa, yang masih sangat kental pengaruh agama Hindu Budha, menjadi cara yang Islami.

Dari banyaknya mutiara atau bahkan ibarat intan permata dari hasil karya inovasi maupun olah pikir Sunan Kalijaga, penulis akan mensitir sebagian kecil dari renungan kemakrifatan Sunan Kalijaga, yang sangat piawai dalam meramu pengetahuan atau khazanah Jawa dengan Ketauhidan Islam. Walaupun apa yang kami cukil dari ajaran Sunan Kalijaga tersebut di bawah ini sudah lebih dari 5 abad yang lampau, kayaknya tidak kalah dengan rumusan-rumusan sarjana Barat, ataupun sarjana kita yang sekarang banyak dipakai dan digandrungi untuk diterapkan dalam kehidupan atau diterapkan dalam Pemerintahan atau dalam Budaya Perusahaan.Dan kadang, dengan memakai istilah yang mentereng tetapi dalam pelaksanaan sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Mari kita merenungkan sedikit, dari ajaran sang Sunan. Kita semua sepakat setiap syariat (hukum) dan tarekat (metode), apapun agamanya, adalah sarana untuk mencapai tujuan yaitu, untuk menjadi masyarakat yang amar ma’ruf nahi mungkar. Artinya menjalankan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Oke Setuju ?, kalau tidak setuju ya, jangan dibaca terus tulisan saya ini. Kalau setuju, mari kita lanjutkan.
Sunan Kalijaga, dalam mensiarkan ajaran agama Islam, tidak terlalu perlu menghafalkan ayat-ayat Alquran, Al Hadist. Lho,lho,lho, kenapa ? ini bisa bid’ah, bid’ah itu neraka!, weleh-weleh kok nakut-nakuti lho. Tenang., tenang ..! so pasti, Sunan Kalijaga berlandasan Alquran dan Hadist, namun tidak semata-mata yang tersurat, tetapi yang tersirat, atau bahasa inteleknya secara substansiil dan kontekstual serta sufistis.
Dan dalam rangka untuk amar makruf nahi mungkar. Sunan Kalijaga membuat lima landasan yang sudah diramu menjadi resep ala Jawa. 

Maaf bukannya ini diskriminasi dan rasialis, tetapi memang pada saat itu yang diajar adalah orang-orang Jawa, yang sebagian besar belum bisa baca dan tulis (lihat huruf Arab saja, sudah munyeng kepalanya). Lha, Lima landasan untuk amar ma’ruf nahi mungkar dari butiran mutiara ajaran sang Sunan Kalijaga adalah sebagai berikut: 1.Prasaja, 2. Prayoga, 3. Pranata, 4. Prasetya, dan ke 5. Prayitna. Wah ini kebetulan huruf ”P”nya jumlahnya lima, jadi bisa juga disebut ”Pancasila” nya Sunan kalijaga. Dan biasanya nama orang Jawa pakai istilah ini. Mari kita urai satu persatu istilah tersebut, biar lebih jelas.

1. Prasaja, artinya adalah hidup yang sederhana. Hidup yang selayaknya saja tidak perlu memaksakan dan berlebih-lebihan. Dan mengetahui sejauhmana kemampuannya. Apalagi harga BBM naik terus seperti ini. Dengan hidup yang sederhana, kita akan merasa lebih tenang, dan tidak mudah menimbulkan kecemburuan terhadap orang lain.Tetangga kita masih banyak yang miskin. Seperti tertera dalam data BPS th 2007, sampai sekarang ini rakyat Indonesia yang miskin masih ± 16,5% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yang perkiraan sekarang 220 Juta jiwa (hampir 40 juta orang). Dan akibat kenaikkan BBM, pasti akan bertambah lagi. Jadi usahakan hidup kita jangan membuat orang–orang kecil cemburu. Kita rakus tidak peduli orang lain dan selalu menumpuk harta, sedangkan banyak tetangga kita yang miskin, cari rezeki Rp 15.000,- per hari saja susah. Lihat saja saat mereka antri pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai), di Kecamatan atau Kantor Pos, mereka rela berdesak-desakan. Belum lagi kalau ada pengobatan gratis mereka berbondong-bondong antri, karena tidak kuat bayar biaya berobat dan rumah sakit. Ini semua potret kemiskinan bangsa kita. Jadi usahakan hidup yang secukupnya atau selayaknya, toh, kalau nanti mati, harta kita tidak dibawa. Memang hidup layak itu relatif, tapi sebenarnya kita semua harusnya tahu ukuran untuk karyawan atau pegawai itu seberapa, dan pengusaha ataupun konglomerat haruslah juga tidak memamerkan kekayaannya. Dengan kesederhanaan kita dituntut untuk tidak serakah, dengan sendirinya akan menjauhkan orang untuk tidak bertindak koruptif, sikut sana, sikut sini, halal haram hantam. Jadi jelas ini ajaran Islam dan ini di syariatkan di Alquran maupun di Sunah Rosul. 

2. Proyoga, artinya mengamalkan kebaikan yang bisa dicontoh oleh rakyat atau karyawan bawahan kita, karena kultur masyarakat Melayu seperti kita ini biasanya paternalistik. Pemimpin itu harus bisa menjadi teladan hidup. Bukan hidup yang membuat bawahan kita ngiler, lha wong pejabat atau yang baru menjabat saja sudah hidup kaya, mosok saya tak boleh sedikit di bawah dia. Begitulah kadang cari pembenaran, atau grenengannya kaum bawahan. Karena ada contoh dari atasannya seperti itu, ya, bawahan cari kesempatan untuk nir prayoga atau berbuat macem-macem, atau, ya tahu sendirilah. Jadi salah satu perbuatan Prayoga adalah, bekerja secara produktive, meningkatkan prestasi, untuk kepentingan bannyak orang. Karena salah satu kreteria orang yang baik adalah orang yang memberikan manfaat bagi banyak orang. Atau hidup yang memberikan barokah kepada seluruh alam semesta atau dalam bahasa santrinya”rahmatan lil alamin” Mengertian ini jelas ada di Al quran dan di al hadist. 

3. Pranata, yaitu menghormati peraturan dan perundangan atau hukum. Jadi kalau para pejabat atau pimpinan tidak mentaati peraturan, bagaimana mungkin kita bisa menyuruh bawahan untuk mentaati aturan yang ada ? Amar ma’ruf nahi mungkar harusnya gampang dilaksanakan apabila ada contoh nyata di lapangan. Jadi pranata itu bisa juga diartikan kedisiplinan dalam menjalankan aturan. Disiplin dalam bekerja, disiplin dalam berlalu lintas, disiplin bersosial dan masih banyak lagi, dimana kita harus taat aturan. Memang satu kata disiplin ini mudah diucapkan, tetapi dalam pelaksanaannya itu yang kadang tidak gampang. Sering kita alami , kita berusaha untuk disiplin, namun, kadang susah sendiri karena yang lain tidak disiplin malah lebih enak dan cepat selesai. Misalnya dalam mengurus sesuatu di instansi pelayanan, karena memberikan sesuatu atau punya kenalan. Untuk itu saya yakin, Anda sangat setuju bila ini juga syariat Islam. Walaupun ini merupakan sifat universal. Penulis berpendapat, syariat Islam itu tidak mesti apa yang jadi kebiasaan bangsa Arab harus kita ikuti. Oke setuju!?, maaf kalau diteruskan agak menjadikan sensitif.

4. Prasetya, yaitu menepati janji sekaligus bertanggung jawab, yaitu bertekat bulat untuk dapat mencapainya. Mungkin arti kata ini sepertinya akauntabilitas, sehingga apa yang telah menjadi target atau sasaran, Visi dan Misi, program-program pada saat kampanye legislatif maupun eksekutif, yang diutarakan dengan menggebu-gebu, harus diusahakan sekuat tenaga untuk tercapai dan bisa dipertanggungjawabkan hasil-hasilnya. Coba apabila sebagian besar prasetya itu kita laksanakan, negara kita yang sangat subur dan punya kandungan sumber alam yang melimpah, pastilah akan menjadi negara yang besar dan makmur. Tidak seperti sekarang ini, negara punya utang banyak dan sebagian besar rakyatnya hidup miskin, tetapi sebagian kecil anak bangsa kita bergelimpangan harta dan hidup dengan cara konsumtive, hedonisme hanya mengejar kenikmatan duniawi. Janji-janji pada saat kampanye atau sumpah pada saat pelantikan jabatan, tidak terlalu menyentuh masuk dalam lubuk kalbunya, hanya seakan angin yang lewat, seperti iklan obat ” wes hewes ewes bablas angine”. Suka menepati janji, itu adalah ajaran Nabi Muhammad saw. Karena sabda Nabi” salah satu kriteria orang munafiq adalah orang yang suka tidak menepati janjinya”. 

5. Prayitno, artinya adalah awas, atau mengutamakan kehati-hatian dan kewaspadaan. Dalam hal ini adalah kewaspadaan dalam setiap langkah dan laku kita, agar apa yang kita lakukan tidak menimbulkan bencana atau kerugian baik untuk diri sendiri atau orang lain, untuk sekarang atau yang akan datang. Jadi kalau menyangkut keselamatan kita harus selalu waspada, apalagi menyangkut lingkungan yang lebih luas. Jangan seperti kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, penebangan-penebangan hutan yang liar, karena ketidak hati-hatian dan hanya mengejar keuntungan semata, akhirnya merugikan dan menyengsarakan banyak orang. Seperti halnya apabila kita bekerja di dalam pabrik, haruslah kita memakai APD (Alat Perlindungan Diri). Dan bekerja dengan prosedur yang benar dan aman. Atau apabila kita mengendarai sepeda motor, haruslah pakai Helm atau Sabuk Keselamatan untuk pengendara mobil. Tidak seperti yang sering kita lihat di jalanan, naik sepeda motor sudah tidak pakai Helm pengaman, ngebut lagi, malah kadang dengan cengengesan lampu merah diterjang saja. Ini kan membahayakan diri sendiri dan orang lain. Hah!, ada apa? pada masyarakat kita, padahal sebagian besar mengaku umat beragama dan sudah sering diajarkan, akan mulai melangkah berjalan saja harus mengucapkan” basmallah ”.

Dari kelima butiran mutiara ajaran sang Sunan tersebut diatas, andaikan kita semua mau menjalankan secara konsisten tidak perlu muluk-muluk, yang penting pelaksanaannya. Tidak perlu kita bermimpi nunggu ratu adil, atau sang maisah ataupun, Imam mahdi. Dan kami yakin ajaran ini adalah bersifat universal , lintas budaya dan lintas agama. Bila dijalankan dengan kesungguhan oleh masyarakat kita, niscaya bangsa Indonesia tidak akan terpuruk, bangsa dan masyarakat Indonesia akan menjadi teladan bagi masyarakat dunia, dan insya Allah akan jadi bangsa yang besar, Amin .








thumbnail Title: Butiran Mutiara Sunan Kalijaga
Posted by:Unknown
Published :2014-11-23T13:54:00+07:00
Rating: 3.5
Reviewer: 5 Reviews
Butiran Mutiara Sunan Kalijaga
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Item Reviewed: Butiran Mutiara Sunan Kalijaga Rating: 5 Reviewed By: Unknown